Saturday, February 19, 2011

When The Hollywood Goes…




Maraknya berita mengenai diberhentikannya distribusi film asing oleh Motion Picture Association (MPA) mendapat tanggapan yang beragan dari masyarakat luas. Pemberhentian distribusi tersebut dilakukan menyusul adanya keputusan dari Kemenkeu mengenai peningkatan tarif impor film asing. Saat jalan negosiasi dengan Kemenkeu sudah tidak menemui hasil akhir yang memuaskan, MPA kemudian memutuskan untuk tidak lagi mengimpor film ke Indonesia. Alhasil, di bioskop tidak akan lagi dijumpai keberadaan film asing, yang bagi Indonesia, keberadaan film asing didominasi oleh film Hollywood. Saat film Hollywood tidak lagi ditayangkan, akankah penikmat film asing beralih ke film dalam negeri?
Bila film Indonesia terus berkarakteristik seperti ini, saya tidak yakin penonton akan cepat beralih ke film dalam negeri karena banyak jalan pintas untuk tetap menikmati film luar, termasuk film Hollywood. Film Indonesia yang bermunculan sangat menyesuaikan diri dengan tren, sehingga tidak dipungkiri memang memberikan kejenuhan tersendiri pada penonton. Saat satu film horror sukses, maka produsen film berlomba-lomba memproduksi film horror karena mereka beranggapan bahwa itulah selera pasar untuk saat ini. Terkadang karena hanya memperhatikan selera pasar, mereka lupa memperhatikan kualitas film sehingga film yang beredar berkualitas abal-abal dengan ide cerita yang kurang masuk akal dan pemain yang asal-asalan. Saat produsen dalam negeri berbondong-bondong menciptakan jenis film yang sama, saat itulah konsumen jenuh dan butuh alternatif jenis film lain. Tidak dipungkiri juga, bahwa film berkualitas dari Indonesia hanya muncul pada saat tertentu seperti musim liburan sekolah. Setidaknya yang ditayangkan pada waktu tersebut adalah film yang dapat diambil pelajarannya dan diketahui alasan film tersebut dibuat.
Meski film Indonesia belum bisa dibandingkan dengan film Hollywood, namun setidaknya ini adalah waktu bagi produsen film dalam negeri untuk terus belajar cara memenangkan hati konsumen. Banyak hal yang perlu dipelajari oleh produsen film, mulai dari ide cerita hingga teknologi yang dipakai dalam proses pembuatan. Saat film asing tidak lagi masuk ke Indonesia, maka terbataslah akses untuk menikmati hiburan luar dan mempelajari kehidupan masyarakat yang berbeda budaya, termasuk bahasa.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, penonton akan mendapatkan jalan pintas yaitu dengan menonton melalui kaset bajakan. Inilah konsekuensi yang harus diterima oleh pembuat kebijakan karena bagaimanapun juga konsumen membutuhkan hiburan berkualitas bukan hanya pada saat-saat tertentu. Hal ini juga bisa menjadi kesedihan tersendiri bagi konsumen karena perbedaan sensasi ketika tidak lagi menonton di bioskop.
Bila kesempatan ini dijadikan waktu untuk memproduksi film dalam negeri yang berkualitas (tidak hanya memperhatikan tren), maka industri film dalam negeri dapat menarik hati konsumen secepat mungkin. Namun apabila kualitas film dalam negeri sama tetap dengan sebelumnya, maka industri film dalam negeri akan semakin dicampakkan karena sudah tidak ada lagi minat konsumen pergi ke bioskop. When The Hollywood goes, hanyalah para produsen film yang dapat meyakinkan hati masyarakat untuk berpikir bahwa produksi Indonesia juga tidak kalah saing.

Budaya Menghormati

Tentu banyak orang yang masih ingat ketika mendapat pelajaran kewarganegaraan (PKn) di tingkat Sekolah Dasar (SD), setiap orang diajarkan untuk selalu menghormati satu sama lain. Demi menjaga tercapainya “Persatuan Indonesia” yang merupakan sila ketiga Pancasila, sikap saling menghormati telah diperkenalkan kepada setiap generasi muda bangsa ini sejak dini. Pengenalan tersebut dilakukan dengan cara memberikan contoh-contoh cerita ringan yang dapat memberikan gambaran pada siswa mengenai bagaimana sebenarnya wujud sikap saling menghormati tersebut. Bukan hanya melalui contoh cerita, sikap ini juga seringkali dikeluarkan dalam soal PKn, sehingga mau tidak mau para siswa harus mempelajari dan mengetahui wujud sikap saling menghormati. Sikap ini dimasukkan dalam kurikulum PKn agar para siswa dapat benar-benar mengenal dan mengetahui sikap tersebut, lebih lanjut agar sikap tersebut dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari hingga menjadi sebuah budaya. Mengingat Indonesia adalah negeri multikultural, nampaknya sangat tidak mungkin bila perjalanan negeri ini tidak disertai dengan sikap saling menghormati. Perpecahan adalah kenyataan terakhir yang harus dihadapi bila minim penerapan sikap tersebut dalam suatu masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, masihkah para generasi muda yang tadinya mempelajari PKn di tingkat SD ingat pada sikap saling menghormati? Masihkah para generasi tersebut mengaplikasikan sikap ini dalam kehidupan sehari-hari?
Menghormati berarti mempersilahkan orang lain untuk hidup di jalan yang mereka pilih karena adanya rasa senang atau atas dasar pertimbangan lain. Bila seseorang mengaku bahwa mereka menghormati orang lain, berarti tidak seharusnya ia memaksa orang lain untuk mengikuti pilihan dalam hidupnya, dan tidak seharusnya ia berpikir bahwa pilihan orang lain yang tidak sesuai dengannya adalah salah. Seseorang dianggap telah menerapkan sikap hormat bila ia telah mempersilahkan orang lain untuk memilih hal yang menjadi pilihannya dan tidak mencoba menyalahkan pilihan orang lain.
Penerapan budaya hormat memang tidak mudah. Besarnya ego manusia untuk menganggap bahwa hanya pilihannya saja yang benar dan ketidakmampuan seseorang untuk menganggap adanya kaum minoritas menjadi penghambat penerapan sikap yang seharusnya sudah menjadi budaya ini. Terkadang keberadaan seseorang dalam kelompok mayoritas perlu diwaspadai karena bisa jadi hal tersebut malah membuatnya tidak menghormati pilihan kaum minoritas, yang mana pilihan tersebut tidak sama dengan kaum mayoritas. Praktek memang tak semudah teori yang didapat di bangku sekolah.
Contoh Nyata
Menghormati sesama tentu dimulai dari hal yang terkecil. Bila seseorang bahkan tidak dapat menghormati hal-hal kecil, akan susah baginya untuk menghormati hal besar. Contoh sederhananya dapat diambil dari pilihan musik dan film. Beberapa orang tidak menghormati para penikmat musik dan film dalam negeri karena mereka anggap kualitas hiburan tersebut sangat jauh dengan yang mereka senangi. Seringkali para penikmat musik dan film dalam negeri ini disepelekan karena adanya perbedaan selera. Orang-orang yang menyepelekan selera tersebut merasa bahwa seleranya lebih berkualitas dan berkelas lebih tinggi. Padahal, selera adalah kesenangan dan pilihan masing-masing individu yang tidak dapat dipaksakan. Begitu pula pada masalah yang cukup rumit, yaitu agama dan suku, tidak semua orang dapat menerapkan mawariskan budaya menghormati. Sering terdengar di surat kabar maupun media elektronik mengenai pertengkaran antar umat beragama dengan latar belakang perbedaan agama dan suku. Kisruh di Temanggung dan Banten adalah gambaran nyata tentang minimnya penerapan budaya ini. Memang suatu berita yang ironis bila mengingat bahwa sejak tahun pertama di bangku SD siswa diajarkan untuk menghormati sesama.
Menghormati sesama memang sikap yang harus dibiasakan sejak dini, karena ketika seseorang beranjak dewasa ia akan menemui berbagai hal yang berbeda dengan dirinya. Budaya menghormati bukanlah budaya yang sulit diturunkan ke anak cucu bila kita semua memiliki tujuan hidup dapat membina hubungan baik dengan setiap manusia. Budaya ini memang wajib ada di setiap Negara dan sentero dunia ini sebagai modal awal tercapainya berbagai cita-cita bersama. Bukan suatu sikap yang harus digembor-gemborkan oleh pemerintah, karena memang budaya menghormati dimulai dari diri sendiri dengan niat tulus bahwa seseorang akan menjalin kebersamaan dan kerukunan. Bila setiap orang telah menerapkan budaya ini, maka ancaman akan adanya perpecahan kerukunan dapat diminimalisir. Ditambah juga, tidak ada rasa sia-sia karena telah menerapkan pelajaran yang telah diajarkan sejak duduk di bangku SD.

Saturday, February 12, 2011

Kampung Idiot dan Hati Koruptor

Begitu miris hati saya saat menyaksikan suatu tayangan di salah satu stasiun berita tanah air. Tayangan yang tidak disangka-sangka ternyata daerah yang diberitakan adalah bagian dari Indonesia. Sebuah daerah di Ponorogo, Jawa Timur dihuni oleh masyarakat cacat mental. Sekitar 70 dari 100 orang yang ada di dusun tersebut tidak dapat hidup selayaknya manusia normal karena mereka memiliki penyakit cacat mental yang dapat juga disebut idiot.
Berawal dari tahun 1960-an, saat dusun tersebut mengalami gagal panen besar-besaran, sehingga para orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi standar untuk anak-anaknya. Mulai sejak itu, generasi yang dilahirkan sebagian besar cacat mental turun temurun. Dalam sebuah keluarga biasanya hanya ada satu atau dua anggota keluarga yang tidak cacat mental, sedangkan jumlah anggota keluarga biasanya ada empat hingga tujuh orang atau lebih. Dengan demikian, anggota keluarga normal mengurus anggota keluarga yang cacat mental mulai dari bangun tidur hingga kembali menjelang tidur. Memang Nampak suasana bantu membantu dalam diri mereka kepada sanak saudara. Keterbatasan finansial bukan berarti hambatan untuk dapat melayani dan membantu para penderita cacat mental. Bukan ditinggalkan, namun justru dibantu agar penderita cacat mental dapat hidup selayaknya manusia normal. Pelajaran pertama yang perlu dicontoh, keterbatasan bukan penghambat untuk menolong sesama.
Saat menyaksikan tayangan tersebut lewat layar kaca, tidak terlintas dalam pikiran saya bahwa mereka adalah penduduk dusun yang idiot karena mereka berjalan dan merokok seperti biasa. Namun mulai ada yang aneh ketik sulit untuk diajak berkomunikasi dan sangat kegirangan (tersenyum bahkan tertawa) sendiri saat bertemu orang baru. Satu hal yang ada dalam benak saya, bagaimana bisa mereka kecanduan oleh rokok? Hampir setiap laki-laki cacat mental yang saya saksikan menghisap rokok. Tentu sangat disayangkan karena bahkan kelompok manusia tak normal itu pun tahu mengenai cara mengonsumsi rokok, salah satu barang perusak kesehatan.
Beralih dari rokok yang dikonsumsi oleh mereka. Saat ini beberapa generasi baru yang dilahirkan terhindar dari cacat mental. Terdapat Sekolah Dasar di dusun tersebut dan di situlah tempat anak-anak normal bersekolah. Sedangkan para anak-anak cacat mental bersekolah di SLB. Namun sayangnya terdapat pengetahuan yang minim dari orang tua mengenai pendidikan sehingga mereka hanya cukup tahu tempat sekolah anak-anaknya tanpa tahu kualitasnya.
Siapa pun yang melihat tayangan tersebut tentu akan teriris hatinya, terlebih saat ini layar televisi marak ditaburi dengan berita korupsi. Seandainya para koruptor melihat tayangan kampung idiot, akankah mereka merasa bersalah dan berniat menghentikan tindakan kejam tersebut? Mungkin tidak semua, atau bahkan mungkin tidak ada. Melihat tayangan kampung idiot saja belum tentu mereka mau karena ini bukanlah tayangan yang berguna untuk karir para koruptor.
Sungguh perbedaan yang luar biasa jauh saat menyaksikan berita koruptor dan tayangan kampung idiot. Penjemputan koruptor menggunakan mobil mewah hingga pelayanan dalam tahanan pun istimewa. Sedangkan penduduk kampung idiot hanya menggunakan motor atau sepeda, yang menurut mereka barang itu sudah sangat mewah dan kehidupan sehari-hari pun jauh di bawah kualitas hidup yang menyiksa para koruptor (rumah tahanan).
Tidak pernah melihat ke bawah sehingga tidak ada rasa syukur, itulah mengapa koruptor tetap beraksi. Koruptor nampaknya sangat kehilangan hati yang menggerakkan jiwa sosial mereka. Seaindainya mereka mau lihat ke bawah, mungkin sudah berbeda lagi ceritanya. Saya yakin, para penduduk kampung idiot bahkan tidak dapat menemukan kata lagi untuk mendeskripsikan kehidupan mereka yang bukan hanya masalah finansial melainkan juga kejiwaan. Tulus, ikhlas, sabar, menerima kenyataan. Itulah pelajaran kedua dari penduduk kampong idiot yang tidak bisa dipelajari oleh para koruptor. Dimana hati para koruptor? Pertanyaan itu selalu muncul bila para koruptor tidak membuka pandangan untuk selalu melihat ke bawah.

Tuesday, January 25, 2011

Kasus Gayus. Kapan Berakhir ?

Kasus Gayus Tambunan seorang pegawai pajak Kemenkeu sudah menggegerkan Negara ini. Dia adalah orang pertama yang terekspos media secara heboh dalam urusan penggelapan pajak. Wajar bila masyarakat kemudian enggan membayar pajak dan menuntut adanya perincian pihak-pihak yang tergabung dalam kasus itu. Gayus Tambunan mengatakan bahwa dirinya adalah seekor teri, yang dapat diartikan bahwa negeri ini memiliki hiu atau paus dalam penggelapan pajak.
Teri, hiu, ataupun paus, yang pentig mereka adalah pengkhianat negara yang tanpa segan bersenang-senang di atas penderitaan masyarakat kecil. Hukum memang seharusnya bertindak dan pimpinan Negara pun sewajibnya langsung turun tangan. Media massa memang telah mengabarkan bahwa para petinggi hokum sedang dalam proses membongkar kasus ini dan pimpinan Negara pun telah memberikan 12 poin instruksi. Dapat dikatakan sudah ada langkah untuk membongkar kasus ini. Namun yang perlu ditanyakan adalah kenapa pembahasan kasus yang sangat penting ini berlarut –larut (sejak pertengahan tahun lalu) dan malah ada sisipan berita-berita dari Istana yang terkesan tidak lebih penting dari kasus Gayus ini?
Setiap Negara tentu punya masalah yang selalu bermunculan. Namun, bila terdapat kasus sangat besar yang menyangkut kehidupan Negara, itulah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dalam rangkaian kasus ini saya malah melihat banyak kasus kecil yang terselip diantara cerita sang pegawai pajak, seperti Presiden membahas masalah RUUK DIY, blackberry, dan juga urusan gaji petinggi Negara. Kasus sisipan itu tentu membuat perhatian publik bergeser. Bisa jadi pergeseran perhatian masyarakat inilah yang diinginkan oleh pemerintah karena ketidakmampuan dalam menguak kasus. Ketidakmampuan dapat berarti memang Gayus terlalu cerdik sehingga dapat dengan mudahnya merampas uang Negara atau karena sebenarnya orang-orang penting Negara (yang disebut sebagai hiu dan paus) juga turut berperan? Entahlah. Memang paling tidak hanya kaum eksekutif dan Gayus sendiri yang mengetahui.
Sebagai rakyat biasa, saya jenuh dengan kasus ini. Kejenuhan tersebut juga mengarahkan pikiran saya untuk tidak percaya pada pemerintah. Jenuh tentu karena penyelesaian kasus ini sangat lama dan pemerintah nampaknya juga tidak memiliki niat serius untuk menyelesaikan kasus ini, terbukti dengan adanya pernyataan-pernyataan dari kasus lain yang tiba-tiba diangkat ke publik. Dalam kasus Gayus pemerintah terkesan tidak solutif, hanya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat normative tanpa mengalihkan perhatian ke para hiu dan paus pajak. Sangat wajar bila masyarakat kemudian bertindak acuh pada berbagai pemberitaan media karena berkurangnya rasa percaya pada pemerintah. Seluruh perhatian lapisan masyarakat Indonesia tertuju pada Gayus dan banyak dari mereka yang merasa dibodohi olehnya. Para komentator di media massa bahkan mengatakan bahwa negeri ini telah dipermainkan oleh orang sekecil Gayus. Mereka sama dengan saya. Geram saat mendengar berita tersebut, kesal saat mengetahui kasus tak kunjung selesai, dan marah saat belum ada pihak lain yang dijerat karena keterlibatannya dalam alur cerita Gayus Tambunan. Namun nampaknya kita hanya perlu menunggu, meski harus menunggu hingga waktu yang tidak ditentukan sambil berharap adanya kejelasan dan penindakan lanjut secara rinci dari kasus ini.

Thursday, January 6, 2011

Dream, Passion and Action

Here I am...sitting on my chair that I used to sit where I was in Jogja. My mind flies back to my last time when I was sitting on this chair at night to study, to get my dream. What a horrible memorable struggle to remember. I love flashback-ing on it.
Now I'm here with different status of academic, different dreams, different on some more things. I'm college student now, in university I dreamt about. My dreams now are not only for me myself but also for everyone around me. I get my new pattern of mind, which is broader. Then I realize that everyone changes with because of their struggle of life, they change as mature as they are, they change because time brings them to the future so they have to keep looking forward. What happens to people also happens to me. I feel it so deep inside.
Life is not easy. I know it, everyone around me does. With thousand dreams I have and my so so brain, I know that life's much more harder for someone like me. But one thing world should know: "I'm not a smart person, I'm not always the lucky no.1, I'm not the outstanding one at class, but I never lose my passion and I will never feel tired to get my dreams."
I can be dreaming. I'm able of doing it. But I dont wanna be a loser by letting go my dreams without make it real. I'm not afraid of dreaming and I must be brave to make it real whatever the way I choose, whatever the challenge I should take, whatever the time makes me wait........
The last one I said, it sounds hopeless. People tend to be as soon as possible to make their dremas come true. But it's not for me. I'm not thinking like that. For me, God has right in intervene our dreams. We're not alone in walking because God see us. God decides when our dreams suppose to come and suppose to be delayed.
Like I said, I have so many dreams but I haven't got one of them, the most difficult and the most valuable from me. Sometimes I think that I'm not worthed to hug my dream because until now I cant get it. But it will dissapear when I remember one of the best quote "Best gift needs time to be presented, God is creating that and consider what best for you....."

Dream needs loyality. It will never go if you never let it go, just keep it and let them alive in your heart and soul then they will create your passion. Dream creates passion in you then it just be up to you whether you want to make it come or not. If you want it to come, act as total as you can, struggle harder and harder to make they really come to you. It will come if you really want it then show your best effort to get them. One more thing. Try to beg on God with pray, then lucky will complete your struggle.

I try to keep it on my mind. I love my dreams, how beautiful I have build it and I dont want anyone to break it. God knows that. I've said many times to God....