Saturday, February 12, 2011

Kampung Idiot dan Hati Koruptor

Begitu miris hati saya saat menyaksikan suatu tayangan di salah satu stasiun berita tanah air. Tayangan yang tidak disangka-sangka ternyata daerah yang diberitakan adalah bagian dari Indonesia. Sebuah daerah di Ponorogo, Jawa Timur dihuni oleh masyarakat cacat mental. Sekitar 70 dari 100 orang yang ada di dusun tersebut tidak dapat hidup selayaknya manusia normal karena mereka memiliki penyakit cacat mental yang dapat juga disebut idiot.
Berawal dari tahun 1960-an, saat dusun tersebut mengalami gagal panen besar-besaran, sehingga para orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi standar untuk anak-anaknya. Mulai sejak itu, generasi yang dilahirkan sebagian besar cacat mental turun temurun. Dalam sebuah keluarga biasanya hanya ada satu atau dua anggota keluarga yang tidak cacat mental, sedangkan jumlah anggota keluarga biasanya ada empat hingga tujuh orang atau lebih. Dengan demikian, anggota keluarga normal mengurus anggota keluarga yang cacat mental mulai dari bangun tidur hingga kembali menjelang tidur. Memang Nampak suasana bantu membantu dalam diri mereka kepada sanak saudara. Keterbatasan finansial bukan berarti hambatan untuk dapat melayani dan membantu para penderita cacat mental. Bukan ditinggalkan, namun justru dibantu agar penderita cacat mental dapat hidup selayaknya manusia normal. Pelajaran pertama yang perlu dicontoh, keterbatasan bukan penghambat untuk menolong sesama.
Saat menyaksikan tayangan tersebut lewat layar kaca, tidak terlintas dalam pikiran saya bahwa mereka adalah penduduk dusun yang idiot karena mereka berjalan dan merokok seperti biasa. Namun mulai ada yang aneh ketik sulit untuk diajak berkomunikasi dan sangat kegirangan (tersenyum bahkan tertawa) sendiri saat bertemu orang baru. Satu hal yang ada dalam benak saya, bagaimana bisa mereka kecanduan oleh rokok? Hampir setiap laki-laki cacat mental yang saya saksikan menghisap rokok. Tentu sangat disayangkan karena bahkan kelompok manusia tak normal itu pun tahu mengenai cara mengonsumsi rokok, salah satu barang perusak kesehatan.
Beralih dari rokok yang dikonsumsi oleh mereka. Saat ini beberapa generasi baru yang dilahirkan terhindar dari cacat mental. Terdapat Sekolah Dasar di dusun tersebut dan di situlah tempat anak-anak normal bersekolah. Sedangkan para anak-anak cacat mental bersekolah di SLB. Namun sayangnya terdapat pengetahuan yang minim dari orang tua mengenai pendidikan sehingga mereka hanya cukup tahu tempat sekolah anak-anaknya tanpa tahu kualitasnya.
Siapa pun yang melihat tayangan tersebut tentu akan teriris hatinya, terlebih saat ini layar televisi marak ditaburi dengan berita korupsi. Seandainya para koruptor melihat tayangan kampung idiot, akankah mereka merasa bersalah dan berniat menghentikan tindakan kejam tersebut? Mungkin tidak semua, atau bahkan mungkin tidak ada. Melihat tayangan kampung idiot saja belum tentu mereka mau karena ini bukanlah tayangan yang berguna untuk karir para koruptor.
Sungguh perbedaan yang luar biasa jauh saat menyaksikan berita koruptor dan tayangan kampung idiot. Penjemputan koruptor menggunakan mobil mewah hingga pelayanan dalam tahanan pun istimewa. Sedangkan penduduk kampung idiot hanya menggunakan motor atau sepeda, yang menurut mereka barang itu sudah sangat mewah dan kehidupan sehari-hari pun jauh di bawah kualitas hidup yang menyiksa para koruptor (rumah tahanan).
Tidak pernah melihat ke bawah sehingga tidak ada rasa syukur, itulah mengapa koruptor tetap beraksi. Koruptor nampaknya sangat kehilangan hati yang menggerakkan jiwa sosial mereka. Seaindainya mereka mau lihat ke bawah, mungkin sudah berbeda lagi ceritanya. Saya yakin, para penduduk kampung idiot bahkan tidak dapat menemukan kata lagi untuk mendeskripsikan kehidupan mereka yang bukan hanya masalah finansial melainkan juga kejiwaan. Tulus, ikhlas, sabar, menerima kenyataan. Itulah pelajaran kedua dari penduduk kampong idiot yang tidak bisa dipelajari oleh para koruptor. Dimana hati para koruptor? Pertanyaan itu selalu muncul bila para koruptor tidak membuka pandangan untuk selalu melihat ke bawah.

No comments:

Post a Comment