Thursday, November 4, 2010

Menjawab Sebab Kemiskinan ( berdasarkan buku Confession of an Economic Hit Man)

Indonesia. Nama sebuah negara yang cukup menyita perhatian internasional akan kekayaan alamnya. Beribu hutan, pantai, berjuta ton kandungan mineral yang terdapat di negara ini sungguh manarik para investor dalam maupun luar negri untuk berinvestasi dalam sektor tambang negara ini. Meskipun begitu, nasib masyarakat Indonesia tidaklah seindah kekayaan alam yang diceritakan. Ketimpangan pendapatan tiap individu sangat besar, terutama di kota-kota ternama. Kemiskinan masih menjadi konsumsi para wartawan nasional maupun internasional untuk diberitakan. Dalam balutan kemiskinan, kualitas SDM pun rendah karena sulitnya dana untuk masuk sekolah dan kesehatan pun patut dipertanyakan bila melihat pendapatan masyarakat sudah habis digunakan untuk makan sehari-hari.
Sungguh ironis. Dengan usia yang sudah mencapai 65 tahun, dengan sumber daya alam mulai dari yang berguna sebagai obyek wisata hingga sumber mineral, angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 34,96 juta orang atau sekitar 15% dari total penduduk Indonesia. Belum setiap warga negara dapat mengenyam indahnya bangku sekolah, dan belum setiap warga negara dapat merasakan nikmatnya berobat dengan biaya terjangkau (minim) dan pelayanan yang memuaskan. Pertanyaannya adalah mengapa dengan usia se-tua itu Indonesia masih belum dapat merasakan indahnya kemerdekaan dalam hal ekonomi hingga seluruh masyarakat layak untuk kehidupan ekonomi yang mapan?
Pertanyaan tersebut tentu menjadi pertanyaan utama dibenak para insan negri ini, yang benar-benar menginginkan adanya kemerdekaan dalam segala bidang. Banyak orang menjawab pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa penduduk Indonesia terlalu banyak hingga pemerintah sulit untuk mengatur atau memantau, utang negara ini terlalu besar hingga sebagian besar pendapatan bisa saja hampir habis hanya untuk membayar bunga utang seperti tahun 2009 APBNP : 109,59 T atau 12,6% penerimaan negara 869,99T dan 10,9% dari belanja negara 1.003,01T, ada juga yang mengatakan bahwa rakyat Indonesia tidak cukup pintar sehingga tidak mampu untuk mengolah berbagai sumber daya alam tersebut ,dll. Semua jawaban tentu masuk akal bila dipikirkan kembali, dan seharusnya negri ini dapat menjadi negara seperti yang selama ini diimpikan bila sudah tahu letak kesalahannya. Namun pada kenyataannya kemerdekaan ekonomi seperti yang diidam-idamkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia belum menjadi kenyataan. Meskipun begitu, saya memiliki jawaban pribadi, yaitu adanya campur tangan seorang economic hit men. Inspirasi jawaban tersebut saya temui saat saya membaca buku karangan John Perkins berjudul Confession of an Economic Hit Man (Pengakuan dari Ekonom Perusak).
Kisah ini bercerita mengenai sekelompok ekonom yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan/kepentingan Amerika Serikat dengan berbagai cara, termasuk mencelakai negara lain. Sekelompok ekonom ini dapat bertindak seperti agen yang menyalurkan informasi mengenai berapa jumlah nominal uang yang ingin dipinjam oleh sebuah negara ke World Bank, IMF, ADB atau lembaga keuangan internasional lainnya dengan berbagai syarat. Perlu diketahui, bahwa ekonom-ekonom ini tidak dibayar oleh pemerintah AS, melainkan oleh pihak swasta meskipun berbagai kegiatannya bertujuan untuk melindungi dan menyejahterakan AS. Bila proyek ekonom tersebut gagal, maka nama swasta yang akan tercoreng, namun bila berhasil maka nama pemerintah juga akan terseret dalam keberhasilan proyek tersebut.
Pertama. Para ekonom melihat sumber daya yang dimiliki oleh setiap negara dan mengincar negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini dimaksudkan untuk menyelamatkan AS dari defisit mineral dan energi, mengingat AS adalah salah satu negara terbesar yang mengonsumsi dua hal tersebut. Kedua. Ekonom akan memprediksi pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan melibatkan syarat di dalamnya. Misal: pertumbuhan ekonomi negara akan mencapai 10% atau meningkat dua digit dari angka tahun sebelumnya bila negara tersebut membuka perusahaan minyak baru (yang mana perusahaan tersebut adalah milik AS). Pembukaan perusahaan baru tersebut tentulah tidak cukup tanpa didukung dengan kapasitas listrik suatu daerah yang memadai atau lebih, bahkan hingga proyek bandar udara disekitar lokasi perusahaan minyak tersebut. Meskipun begitu, para ekonom nakal tahu bahwa negara tersebut tidak memliki dana yang cukup untuk membiayai proyek tersebut hingga terciptalah suatu angka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Oleh karena itu, economic hit men mengusulkan untuk mengambil utang dari World Bank, IMF atau yang lainnya. Keempat. Setelah negara menyetujui usulan economic hit men dan dana utang telah cair, maka suatu negara harus membayar beban bunga yang dibebankan. Sementara itu, para lembaga finansial dunia pun memberikan saran bila ingin meminjam sejumlah dana, Yaitu memberikan sebagian hasil bumi pada mereka (yang kemungkinan besar akan disalurkan ke AS, mengingat AS sebagai kontributor utama lembaga tersebut). Kelima. Proses tersebut berulang kembali. Economic hit men memprediksi angka pertumbuhan ekonomi, menawarkan proyek pada negara, sebagai perantara dengan lembaga keuangan internasional, hasil dari proyek tersebut sebagian harus diberikan pada lembaga selain itu negara juga harus membayar bunga dan melunasi utang tersebut pada saat jatuh tempo yang telah ditentukan.
Bila benar economic hit men adalah alasan dari pertanyaan utama di atas, maka apa kerugian Indonesia? Pertama. Pantas saja negara ini tidak pernah merasakan hasil kekayaan alam seutuhnya karena sedikit demi sedikit kekuasaan tersebut dikuasai oleh asing. Awalnya perusahaan asing (AS) masuk ke negara ini, menguasai kekayaan alam di suatu daerah, Indonesia pun lalu mengirim sebagian hasil bumi tersebut ke lembaga keuangan internasional sebagai syarat pengajuan hutang. Dari langkah awal saja sudah nampak bahwa rakyat Indonesia tidak bisa menguasai kekayaan tersebut sendiri. Kedua. Utang di negara ini tidak pernah habis, karena begitu utang Indonesia terhadap World bank, IMF atau yang lainnya menipis, maka economic hit men pun akan muncul dengan penawaran proyek-proyek baru yang pastinya akan mendorong Indonesia untuk kembali melakukan hutang ke lembaga-lembaga tersebut. Ketiga. Dengan pembayaran bunga utang yang dilakukan seperti rutinitas, maka dana alokasi ke pendidikan dan kesehatan pun berkurang, akibatnya masih banyak pengangguran maupun orang yang tidak berpendidikan serta banyaknya para rakyat yang tidak mampu berobat karena masalah biaya. Singkat kata, akibat economic hit men negara miskin yang kaya akan sumber daya alam akan semakin miskin dan tidak dapat menikmati hasil pemberian Tuhan tersebut, dan perlu diketahui bahwa hal semacam ittu banyak terjadi pada negara dengan karakteristik kekayaan alam yang melimpah.
Lantas apa yang terjadi bila negara tidak mau menyetujui bujukan para ekonom nakal tersebut? Pada tahun 1970-an seorang Presiden di Panama (negeri yang juga kaya akan sumber daya alam) berniat untuk menyatukan dunia dan membantu AS mengurangi ketergantungan pada minyak. Oleh karena itu, Presiden menolak rancanagn proyek yang dibuat oleh economic hit men. Kabar terakhir yang diterima adalah Presiden tersebut meninggal dalam kecelakaan pesawat. Seperti yang juga diceritakan di awal buku, bahwa bila kepala negara menolak menyetujui rancangan proyek tersebut, maka pembunuhan adalah jalan terakhir sekaligus jalan pintasnya!
Saya pribadi sangat tercengan saat membaca buku itu. Betapa AS yang telah diakui oleh dunia sebagai negara super power yang sangat kecanduan akan minyak bumi berusaha untuk merampas negara penghasil minyak bumi dan membebankan utang pada mereka sehingga AS tetap dapat tumbuh baik di dunia dengan minyak yang telah dirampas. Pertanyaan dalam benak saya adalah bagaimana bila angka pertumbuhan ekonomi yang diprediksikan oleh ekonom nakal tersebut tidak tepat? Apakah suatu negara dapat berhenti untuk mempercayai ekonom tersebut? Bila memang dugaan saya mengenai economic hit men benar adanya, adakah perlawanan hebat dari rakyat negri ini untuk tidak bergantung pada AS atas pinjaman utangnya dan berusaha untuk menjauh dari cengkeraman negri Paman Sam? Sebuah pertanyaan yang dilema dan membingungkan karena kita tidak menginginkan seorang pun dari negri ini tewas karena hal tersebut. Atau pertanyaan konsekuensi dari usaha tersebut adalah dikucilkannya negri ini dari kawasan internasional. Siapkah? Setiap orang memiliki jawabannya masing-masing. Namun hal tersebut adalah keputusan dari para pengambil kebijakan, yang mana mau tidak mau harus disetujui oleh seluruh rakyat. Meskipun begitu bukan berarti kita harus pasrah pada negara adiguna tersebut, melainkan pemerintah bersama rakyat harus memiliki komitmen pada proyek yang berguna untuk kepentingan masa depan bangsa, yang mana proyek tersebut jauh dari campur tangan asing. Saya yakin masih ada urusan dalam negri ini yang sama sekali tidak boleh dicampurtangani oleh para orang asing.




Jakarta, 9 Juni 2010

No comments:

Post a Comment